24.4.08

Menjual Buruh Lewat May Day

Kalau Indonesia merayakan perubahan, ada banyak pertanyaan yang mengiringinya. Siapa yang mengawali perubahan itu? Bagaimana prosesnya kelak? Mau kemana perubahan itu dibawa?

***********
1 Mei 2008 esok, kembali, sebuah titimangsa pagelaran akbar dari rakyat kelas pekerja dirayakan. Pada hari itu pula, segenap aktifis dan massa pergerakan, buruh-buruh pabrik dan rakyat miskin kota berlomba meneriakkan apa yang selama ini mereka impikan: kesejahteraan. Bersanding dengan megatruh yang mengintai disekeliling mereka, dengan segenap gundah yang membuncah, yang pahit tak tertahankan, mereka menjelma menjadi subyek aktif dengan penuh prakarsa: sekali lagi, menuntut kesejahteraan.

Kita pun mengingat kembali tanggal 1 Mei nanti dengan apa yang telah dilakukan Peter Mcguire pada tahun 1872 di Amerika Serikat. Mcguire, seorang pekerja mesin dari Paterson, New Jersey, yang dengan keringat deras meluluri tubuhnya mengajak 100.000 massa pekerja melakukan aksi mogok menuntut pengurangan waktu kerja. Ia pun menderu, melobi, berbicara kesana kemari. Dari pekerja sampai pengangguran, pemerintah kota sampai bos-bos pabrik, menuntut diadakannya kebijakan: pekerjaan dan uang lembur. Aksinya tersebut, tak ayal menimbulkan berbagai kecaman yang membuatnya terkenal. Dengan sebuah pengerucutan kesimpulan baginya: Ia dianggap sebagai biang pengganggu ketentraman masyarakat.

9 tahun depa perjalanan ia lakoni, akhirnya Peter Mcguire menghadirkan sebuah ide untuk mengorganisasikan pekerja menurut bidang keahlian mereka. Ide ini muncul setelah sebelumnya ia mendirikan organisasi yang terdiri atas tukang-tukang kayu di Chicago: United Brotherhood of Carpenters and Joiners of America, dimana ia menjadi sekretaris umum disana.

Dan kita pun tahu bahwa Mcguire berhasil mengutarakan idenya. Pada 5 Sepetember 1882 Amerika Serikat, dengan Mcguire sebagai tokoh sentral, menggelar perayaan parade buruh di New York dengan peserta 20.000 orang yang membawa spanduk bertuliskan, "8 JAM KERJA, 8 JAM ISTIRAHAT, 8 JAM REKRASI." Aksi dan gagasan ini pun menyebar ke belahan negara lain. Hingga pada akhirnya tuntutan itu sukses: Presider Grover Cleveland menandatangani sebuah undang-undang yang menjadikannya hari libur umum nasional.

Peter Mcguire pun tersenyum. Ia menjadi seorang mahesa dengan segenap rayuan yang menggelegak untuk membuat sadar para manusia yang terlindas deru mesin-mesin di pabrik.

Bagaimana di Indonesia?

Perayaan May Day di Indonesia tidak lebih dari perayaan nasib kelam, perayaan anarkisme yang selalu tumpang tindih, perayaan ketidaksetujuan, dan perayaan yang penuh akan kesalahtafsiran sentimentil.

Ada, seperti yang pernah dikatakan Jean Luc Marion, seorang fisuf Prancis, pemberhalaan konsep, disana. Buruh direduksi sebagai sebuah konsep yang melulu harus diperjuangkan. Seolah, dengan tinggi hati, kita dapat memahami permasalahan buruh hanya dengan sebuah kepastian: kemiskinan. Buruh dikomodifikasi sebagai bagian dari atribut revolusi. Dan selesai sampai disitu. Selesai sampai dimana buruh dijadikan sebuah definisi yang berjarak dengan berbagai macam eskatologi baru yang dijanjikan.

Lelaku seperti ini, menjanjikan surga baru yang dinantikan, adalah sikap yang salah. Ketika kekecewaan makin intens terhadap kerinduan akan surga tadi, maka segala hal ikut dikorbankan, dan akan sangat mudah muncul kekecewaan. Karena dunia tidak akan pernah jadi surga, sehingga ada spiral kekecewaan dan kekerasan yang tak lekang sampai surga tersebut muncul keharibaan para buruh di dunia, tentunya.

Kita pun jadi bertanya-tanya: apa ini kesalahan reformasi? Tidak sepenuhnya benar dan dapat dijawab pasti. Ketika 10 tahun reformasi dinilai gagal, maka itulah kegagalan sepenuhnya. Dalam hal tersebut, demokrasi dilupakan. Mekanisme tentang adanya pengakuan bahwa tidak ada sistem yang sempurna, dibatalkan. Tampaknya kita tidak pernah mau mengerti akan makna kombinasi antara harapan dan ironi. Dan ada kebutuhan akan akal instrumental dalam pemberhalaan konsep.

Kita, hemat saya, telah salah menafsir buruh dan permasalahannya.

Arif Budiman pernah berujar: You fight and you have fun. Ini dimaksudkan bahwa agar kita terus menjaga ironi dan jarak terhadap perjuangan. Agar kita tidak perlu takut menghadapi kekalahan, karena kita masih punya fun. Para duta May Day perlu memasifkan semboyan ini. Karena buruh selalu dipersulit dengan demonstrasi yang tak kunjung padam. Selalu menjadi pesakitan dan simbol kegelepan di Indonesia. Dan ngomong-ngomong soal kegelapan, saya jadi ingat semboyan lain. Kalau tidak salah, semboyan itu ialah semboyan dari kalangan HAM sedunia, bunyinya begini: “Jangan kutuk kegelapan, nyalakan lilin."

Darimana lilin tersebut? Ia hadir ketika kita sadar bahwa ada jenjang yang telah pasti akan ironi dan harapan. Ia hadir ketika kita sadar bahwa revolusi tidak akan membuat dunia berubah drastis dan buruh-buruh menjadi kenyang perutnya.