31.12.07

Banyak harap yang saya bentangkan untuk menghadapi 2008 delapan jam nanti. Deret list yang panjang dan doa-doa memang selalu menemani saya untuk menjalankan ritual akhir tahun yang sebenarnya omong kosong ini. Kali ini, saya merangkum itu semua dengan harapan yang tak pernah lahir pada ritual-ritual saya sebelumnya: saya berharap hujan berhenti malam ini saja...

Ada alasan kenapa saya memilih pengharapan seperti itu. Saya ingin menikmati bulan yang timbul pada detik-detik akhir 2007. Purnama putih yang cantik juga ranum, dengan cangkok siluet yang membuatnya tampak gemuk dan sintal. Dan juga, tanpa desir-desir awan yang genit mendekatinya. Tiba-tiba saja asa ini muncul ketika siang tadi hujan lebat disertai angin kencang membasahi Yogyakarta. Saya kok merasa belakangan ini bulan seakan menjadi anak tiri langit. Diacuhkan kehadirannya. Kalaupun muncul, jatahnya untuk show off terselingi sesekali dengan pekat awan hitam pembawa hujan. Dengan hujan, semua keindahan purnama tak tertunai tuntas. Puncak keindahannya hanya dapat terasa bila langit bersih, terlebih bila banyak gugus bintang yang menggelayut disekelilingnya.

Alasan-alasan seperti paragraf diatas itulah yang menyebabkan saya menjadi sosok yang tiba-tiba saja romantik. Begitu hebat keinginan ini sampai tadi tanpa sadar terpanjat segelintir doa dari dalam hati saya,

"Tuhan, kau tahu semua keinginanku. Tak perlulah ku katakan semua dan berulang-ulang. Tapi, sekali ini kumohon. Enyahkanlah hujan hari ini. Hari ini saja. Selebihnya, kau yang tentukan. Aku hanya ingin melihat purnama. Purnama Mu, Tuhan."

Mungkin ada skenario lain yang Tuhan buat untuk saya di penghujung dan di awal tahun nanti dengan menggelar harapan seperti tadi. Entahlah, saya tak ingin bernegoisasi dengan itu semua. Biar nanti langit yang mengadili semua: hujan berhenti dan purnama muncul atau sebaliknya. Dan setelahnya, barulah saya dapat membentuk album tentang ini semua. Walau nanti ada kekenesan dalam membuka album tersebut, toh saya coba untuk tetap berpijak dan membuang jauh-jauh apa yang pernah Goenawan Mohamad sebut: amnesia sejarah.

Ya.. Hidup memang hanya menunda kekalahan. Dan tahu bahwa ada yang tak sempat di ucapkan sebelum pada akhirnya kita menyerah.

Terimakasih Chairil.

Terimakasih 2007.